Batal dan tidak sahnya perjanjian.
Perjanjian sesuai Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kemudian syarat sahnya perjanjian diatur dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata.
Perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak tidak sah apabila tidak terpenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat yang pertama dan kedua dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebut syarat subjektif, karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian.
Perjanjian Dapat Dibatalkan
Perjanjian dapat dibatalkan apabila syarat pertama dan kedua yang merupakan syarat subjektif dalam syarat sah perjanjian tidak terpenuhi. Syarat pertama mengharuskan kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian adanya kata sepakat. Apabila ada unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan hal ini berarti melanggar syarat sah perjanjian. Ketentuan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1321 KUHPerdata yang menerangkan bahwa tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. Syarat kedua mengharuskan seseorang yang mengadakan perjanjian untuk cakap hukum. Terkait siapa yang dinyatakan tidak cakap, Pasal 1330 KUH Perdata menerangkan bahwa yang tidak cakap untuk membuat persetujuan adalah anak yang belum dewasa; orang yang ditaruh di bawah pengampuan; dan perempuan yang telah kawin dalam hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu
Perjanjian dapat dibatalkan apabila salah satu pihak mengajukan kepada pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang tidak memenuhi syarat subjektif tersebut. Namun, apabila kedua belah pihak tidak keberatan dan tidak ada putusan pembatalan dari hakim atas permintaan salah satu pihak, maka perjanjian tersebut tetap dianggap sah dan mengikat kedua belah pihak. Jadi, perjanjian itu tidak serta merta batal demi hukum, namun harus dimintakan pembatalan kepada pengadilan.
Perjanjian Batal Demi Hukum
Perjanjian batal demi hukum apabila syarat ketiga dan keempat yang merupakan syarat objektif dalam syarat sah perjanjian tidak terpenuhi. Syarat ketiga mengharuskan kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian adanya objek yang diperjanjikan. Pada intinya, objek yang dimaksud dalam perjanjian ditentukan jenisnya, yakni barang yang dapat diperdagangkan. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 1332 KUH Perdata yang menerangkan bahwa hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan. Kemudian, Pasal 1333 KUH Perdata menerangkan bahwa suatu persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Syarat keempat mengharuskan kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian agar objek yang diperjanjikan bukan sebab yang terlarang. Hal tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata yang menerangkan bahwa suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.
Perjanjian yang tidak memenuhi syarat ketiga dan keempat dari syarat sah perjanjian adalah batal demi hukum. Artinya perjanjian tersebut dianggap tidak ada sama sekali. Perjanjian batal demi hukum tidak perlu diajukan ke pengadilan, karena dari semula perjanjian tersebut memang tidak pernah ada.