HUKUM PERKAWINAN DAN BERAKHIRNYA PERKAWINAN KARENA PECERAIAN.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan UU No 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (Selanjutnya disebut UU Perkawinan), Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pencatatan Perkawinan sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) tiap tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang undangan yang berlaku, berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) PP No 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU perkawinan Jo Pasal 2 Peraturan Menteri Agama No 20 tahun 2019 tentang pencatatan Perkwinan untuk orang beragama Islam pencatatan dilakukan oleh Kantor Urusan Agama (KUA), sedangan untuk orang beragama Non-Islam dilakukan pencatatan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) sebagaimana diatur Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan
Dalam UU Perkawinan suatu perkawinan sendiri dapat berakhir/putus dikarenakan beberapa sebab yaitu karena kematian, perceraian, dan atas keputusan Pengadilan. Adapun kewenangan memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara Perkawinan untuk orang beragama Islam gugatan perceraian/permohonan cerai talak di ajukan di Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 49 ayat (1) UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sedangkan untuk orang Non-Muslim yang bersengketa perkawinan kewenagan memeriksa, memutus, dan mengadili bukan kewenangan Pengadilan Agama, untuk orang Non Muslim dalam sengketa Perkawinan/Perceraian sesuai dengan ketentuan Pasal 39 UU Perkawinan hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan, yaitu Pengadilan Negeri.
Berakhirnya perkawinan antara pasangan suami istri karena perceraian dapat terjadi dengan alasan yang sah menurut hukum, Pasal 39 UU Perkawinan mengatur beberapa syarat untuk melakukan perceraian yakni:
- Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak,
- Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa anta suami istri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami istri;
Alasan yang sah menurut hukum pasangan suami istri mengajukan gugatan atau permohonan cerai talak diatur dalam ketentuan Pasal 19 PP 9 Tahun1975 tentang pelaksanaan UU Perkawainan sebagai berikut:
- Salah satu pihak berbuat zina, atau pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar untuk disembuhkan,
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya,
- Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung,
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain,
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tdak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri,
- Antara suami atau istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
- Suami melanggar taklik Talk (Pasal 116 KHI /Untuk orang Islam)
- Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga (Pasal 116 KHI /Untuk orang Islam)
Secara teknis untuk dapat mengajukan gugatan/permohonan perceraian selain memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam ketentuan di Pasal 39 UU Perkawinan maupun Pasal 116 KHI, dan di dukung dengan alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 1866 KUH Perdata, selanjutnya pemohon atau penggugat yang hendak mengajukan gugatan perlu mempersiapkan dokumen-dokumen di bawah ini:
- Surat Gugatan
- Bukti Perkawinan
- Bukti Surat dan/atau seorang saksi minimal 2 orang;Dokumen pelengkap lainnya, semisalJika seseorang yang melakukan permohonan adalah seorang PNS/TNI/Polisi. Maka, syarat perceraian yang harus dipenuhi juga, yaitu adanya surat izin atasan.
- Membayar Biaya Perkara
- Menghadiri Sidang
- Memiliki Akta cerai
Penulis : Erik Darmawan, S.H