KIAT JITU NEGOSISI PERJANJIAN (Perumusan dan Pelaksanaan Perjanjian Bisnis Yang Sah Menurut Hukum)
Surat perjanjian bisnis merupakan kebutuhan pokok bagi setiap orang atau badan hukum untuk menjalankan bisnisnya atau usahanya, karena sifat dari surat perjanjian bisnis untuk mengatur para pihak, dengan tujuan untuk menjamin hak hak dan kewajiban yang akan mengikat para pihak (Asas obligatoir).
Setiap subjek hukum dalam melakukan perjanjian harus berhati hati memperhatikan setiap aspek, termasuk di antaranya aspek hukumnya, setiap perjanjian yang dibuat pada prinsipnya harus memenuhi syarat sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, selain itu setiap orang melakukan perjanjian harus memperhatikan syarat subjektif yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, dan syarat objektif suatu perjanjian yaitu adanya objek dan adanya kausa yang halal (lihat artikel tentang syarat sahnya perjanjian https://zrlawfirm.org/syarat-syarat-sahnya-perjanjian/ )
Dalam melakukan perjanjian baik perjanjian kerjasama bisnis atau perjanjian jual beli para pihak semestinya tidak tergesah gesah segera mengikat dirinya dalam suatu perjanjian, semestinya para pihak terlebih dahulu mempertimbangkan beberapa tahapan dalam membuat perjanjian, berikut ini tahapan tahapan dalam perjanjian :
- Pra perjanjian;
- Merumuskan Perjanjian
- Pasca Perjanjian
I. Pra Perjanjian Bisnis
Setiap para pihak dalam mengatur perjanjian bisnis mempunyai kebebasan berkontrak (Freedom of contrack), artinya para pihak bebas membuat apa saja yang dikehedakinya, dan menyampaikan keinginanan para pihak untuk di tuangkan kedalam perjanjian bisnis, agar di kemudian hari para pihak tidak di rugikan akibat dari perjanjian yang disepakatin bersama, oleh karena itu para pihak dalam menyusun pra perjanjian/menyusun harus memperhatikan 3 (tiga) hal berikut ini ;
- Negosiasi, negosiasi merupakan suatu proses dan upaya untuk mencapai kesepatan dengan pihak lain, dalam negosiasi ini tawar menawar berlangsung. Negosiasi tidak hanya dilakukan dalam 1 pertemuan namuan dapat dilakukan negosiasi lanjutan sebagai sarana penilaian para pihak untuk menyusun perjanjian/kontrak, hasil dalam negosiasi tentunya nanti akan dituangkan dalam isi perjanjian. Namun ada batasan negosiasi, meskipuan pada prinsipnya dalam membuat perjanjian asasnya kebebasan berkontrak, namun suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dan dalam merumuskan perjanjian antara pihak harus seimbang, artinya para pihak dilarang menipu/paksaan dalam merumuskan isi yang akan di perjanjikan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1321 KUHPerdata : Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
- Memorandum Of Uderstanding (MoU), MoU merupakan pencatatan dan dokumentasi hasil negosiasi awal, MoU sebagai pegangan dalam negosiasi lanjutan, dan berfungsi mengukur kelayakan atau pembuatan kontrak, dalam hal ini para pihak sudah tertarik untuk melakukan kesepakatan satu dengan yang lainnya, perlu kiranya dilakukan MoU terlebih dahulu yang mengatur hal hal secara umum, semisal antara A dan B akan bekerja sama di bidang Pendidikan.
- Tahapan studi kelayakan (Feasibilitystudy, due deligent), yaitu berguna untuk melihat tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis dari berbagai sudut pandang (ekonomi, keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial, budaya dan hukum), para pihak dalam hal ini dapat menggunakan jasa Uji Tuntas Hukum (Legal Due Diligence) merupakan layanan hukum untuk menilai risiko hukum yang timbul terkait transaksi dilakukan oleh para pihak, selain itu untuk menilai potensi aset/ekonomi, layanan ini diperlukan mengingat dalam suatu transaksi perlu dilakukan serangkaian kegiatan guna mengumpulkan, menganalisis, menyimpulkan, dan pada akhirnya memberikan rekomendasi terkait kelanjutan transaksi tersebut;
Apabila para pihak sepakat membuat persetujuan tentang isi perjanjian atau hal hal yang akan diatur dalam perjanjian, maka secara otomatis dari perjanjian tersebut akan mengikat bagi para pihak sebagai undang undang (Asas facta sunt servanda), sebagaimana dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1338 :
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang undang.
II. Merumuskan Perjanjian.
Bahwa setelah ada kesepakatan dilakukan di pra perjanjian, pada saatnya para pihak menuangkan hal hal yang disepakati bersama dalam perjanjian. Secara umum perjanjian mengatur tentang :
- Identitas Para Pihak
- Ketentuan Umum
- Objek Perjanjian
- Hak dan Kewajiban
- Harga dan Tata cara Pembayaran
- Hal hal yang dilarang dan Saksi/Denda
- Keadaan Kahar “Force mejeure” diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata;
- Penyelesaian sengketa atau Pilihan Hukum;
- Kententuan Lainnya.
III. Pasca Perjanjian
Bahwa mengingat perjanjian yang dilakukan para pihak telah telah menjadi Undang Undang, maka sangatlah penting memperhatikan hal hal yang bisa saja terjadi setelah pasca kontrak, meskipun para pihak sudah kehati-hatian dalam membuat dan merumuskan kontrak dengan sedetail mungkin serta tata bahasa yang baik. Namun faktanya setelah/pasca kontrak perlu di perhatikan hal-hal berikut :
- Pelaksanaan, artinya meskipun kontrak begitu bagus dibuat berdasarkan hukum dan kehendak para pihak, dalam pelaksanaan perlu di perhatikan setiap tahapan pekerjaan/objek yang diatur dalam perjanjian, agar para pihak tidak wanprestasi dalam melaksanakan kewajiban kewajibannya dalam perjanjian/kontrak;
- Penafsiran, artinya jika terjadi problem dalam pelaksanaan kontrak, dari sana biasanya para pihak sering berbeda pendapat terkait penafsiran dalam isi kontak, namun tentunya bahasa hukum dan pendapat ahli hukum dapat menjadi rujukan untuk menafsirkan kontrak/perjanjian sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
- Penyelesaian, artinya jika terjadi persoalan dalam pelaksanaan perjanjian/kontrak tentu para pihak harus memilih jalan keluar melalui pihak ke tiga sebagai fasilitator memediasi persoalan yang terjadi, jika hal ini tidak berhasil tentunya pengadilan yang akan memutuskan perselisihan tersebut;
Bahwa setelah pasca perjanjian/kontrak para pihak kadang baru menyadari, apabila dalam penyusunan kontrak atau pelaksanaan pasca kontrak para pihak melawan hukum, ada beberapa ketentuan hukum perjanjian atau kontrak dapat di nyatakan batal, yaitu ;
- Perihal unsur paksaan (dwang, duress) diatur dalam Pasal 1324 KUH Perdata;
- Perihal Unsur Penipuan (Bedrog, fraud, misrepresentation) diatur dalam Pasal 1328 KUHPerdata, (lihat artikel tentang perjanjian beritikad buruk merupakan tindak pidana https://zrlawfirm.org/perjanjian-dengan-itikad-buruk-merupakan-tindak-pidana-penipuan/ )
- Unsur kesilapan (Dwaling, Mistake)
Artikel Terbaru
- PERWALIAN SEORANG ANAK BELUM DEWASA Atau TIDAK PUNYA KEMAMPUAN MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM
- PENGATURAN HIBAH DALAM KUH PERDATA
- HUKUM PERUSAHAAN MENAHAN IJAZAH PEKERJA SEBAGAI JAMINAN
- MEMBATALKAN PEMBELIAN RUMAH TUNGGAL, RUMAH DERET, ATAU RUMAH SUSUN SELURUH PEMBAYARAN HARUS DIKEMBALIKAN SEPENUHNYA KEPADA CALON PEMBELI.