KUHP BARU BERLAKU, PELAKU DAN PEMBANTU TINDAK PIDANA BERLAKU PERATURAN YANG MENGUNTUNGKAN BAGI PELAKU (ASAS LEX FAVOR REO)

Bahwa pada 2 Januari 2024 akan berlaku Undang Undang No 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana, perubahan KUHP lama kepada KUHP baru terdapat beberapa perubahan termasuk di antaranya muatan norma hukum dan sanksi pidana/sistem pemidanaan yang baru. Akibat adanya perubahan tersebut perlunya memiliki prinsip perlindungan terhadap hak bagi seorang tersangka atau terdakwa. Perlindungan hukum terhadap hak tersangka atau Terdakwa dalam menentukan peraturan perundang-undangan menguntungkan bagi pelaku dan pembantu Tindak Pidanaatau dikenal dengan asas lex favor reo/ asas transitoir, asas tersebut diatur lansung dalam Pasal 3 ayat (1) UU No.1 tahun 2023 tentang KUHP :

Dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang undangan sesudah perbuatan terjadi, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu Tindak Pidana

Asas lex favor reo dalam hal ini menerapkan aturan yang meringankan bagi pelaku dan pembantu tindak pidana, favor reo Artinya, hakim harus menjatuhkan putusan yang meringankan terdakwa. Asas Lex favor reo dalam konteks hukum pidana, asas ini berlaku secara universal hampir di semua negara di dunia. Asas ini merupakan pembatasan terhadap asas legalitas.

Di dalam hukum pidana belanda Pasal 1 ayat (2) WvS Belanda secara tegas menyatakan, “Bij veradering in de wetgeving na et tijdstip waarop het feit began is, woorden de voor den verdachte gunstigste bepalingen toegepast. Demikian pula dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP Indonesia berbunyi, “Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundangundangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.” Hal yang sama juga terdapat dalam undang-undang pidana Jerman yang dengan tegas menyatakan, “Bei Verschiedenheit der Gesetze von der Zeit der begangenen Handlung bis zu deren Aburteilung ist das mildeste Gesetz anzuwneden“ (Jika ada perbedaan antara ketentuan pidana yang berlaku pada waktu tindak pidana dilakukan dan ketentuan pidana yang kemudian berlaku pada waktu tindak pidana yang sama diperiksa di pengadilan, ketentuan pidana yang paling ringanlah yang harus ditetapkan)

Namun demikian, ada juga beberapa negara yang tidak merujuk pada asas lex favor reo seperti Inggris dan Swedia. Di Inggris, pelaku kejahatan tetap diadili menurut undang-undang yang lama, meskipun terjadi perubahan peraturan perundang-undangan pada saat melakukan perbuatan dan pada saat diadili. Dengan kata lain, diadili dengan undang-undang yang berlaku pada saat dia melakukan perbuatan pidana. Hal ini dianggap lebih tepat untuk menghormati kepastian dan keadilan hukum. Sebaliknya di Swedia, undangundang barulah yang diberlakukan terhadap terdakwa apabila terjadi

perubahan peraturan perundang-undangan pada saat melakukan perbuatan dan pada saat diadili. Argumentasinya, setiap perubahan perundang-undangan niscaya merupakan suatu perbaikan dan hal itu selalu membawa akibat baik terhadap perkara-perkara yang belum diadili (Jan Remmelink/Edward Omar Sharif Hiariej)

Bahwa di dalam KUHP baru mengatur tentang asas lex favor reo secara rinci, dari penerapan hukum yang berlaku terhadap pelaku tindak pidananya dan proses hukum tersangka atau terdakwa harus dihentikan bila perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang undangan yang baru, serta pelaksanaan putusan pemidanaan dihapuskan apabila perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru. Namun dalam hal pembebasan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang bagi tersangka, terdakwa, atau terpidana tidak menuntut ganti rugi. Berikut ini asas lex favor reo yang diatur ketentuan Pasal 3 UU No. 1 tahun 2023 tentang KUHP yang menyatakan :

  1. Dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang undangan sesudah perbuatan terjadi, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu Tindak Pidana.
  2. Dalam hal perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang undangan yang baru, proses hukum terhadap tersangka atau terdakwa harus dihentikan demi hukum.
  3. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan bagi tersangka atau terdakwa yang berada dalam tahanan, tersangka atau terdakwa dibebaskan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengantingkat pemeriksaan.
  4. Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru, pelaksanaan putusan pemidanaan dihapuskan
  5. Dalam hal putusan pemidanaan telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4), instansi atau Pejabat yang melaksanakan pembebasan merupakan instansi atau Pejabat yang berwenang.  
  6. Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) tidak menimbulkan hak bagi tersangka, terdakwa, atau terpidana menuntut ganti rugi.
  7. Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi diancam dengan pidana yang lebih ringan menurut peraturan perundang-undangan yang baru, pelaksanaan putusan pemidanaan disesuaikan dengan batas pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru.

Bahwa dengan demikian dalam penerapan UU No. 1 tahun 2023 tentang KUHP menjadi tugas para penegak hukum untuk menerapan hukum yang tepat bagi para pelaku tindak pidana dan pembantu pelaku tindak pidana, sehingga pelaku dan pembantu tindak pidana mendapatkan sanksi pidana yang paling meringankan atau menjatuhkan pembebasan;

Artikel Sebelumnya