PERJANJIAN DENGAN ITIKAD BURUK MERUPAKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN

Perjanjian sesuai Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Suatu perjanjian dapat dinyatakan sah menurut hukum apabila suatu perjanjian telah memenuhi syarat syarat yang diatur dalam ketentuan pasal 1320 KUHPerdata. Para pihak telah melakukan perbuatan mengikatkan diriya dalam perjanjian apabila orang yang berjanji tidak memenuhi janji yang telah ditentukan, maka berdasarkan Pasal 1234 B.W jo Pasal 1243 BW orang tersebut dapat disebut telah melakukan wanprestasi atau cidera janji yang masuk dalam ranah keperdataan, kecuali jika perjanjian tersebut didasari dengan itikad buruk/tidak baik maka perbuatan tersebut dapat terkwalifikasi sebagai perbuatan tindak pidana penipuan.

Pandangan mengenai bahwa suatu orang yang berjanji tidak memenuhi janji yang telah ditentukan, termasuk kwalifikasi wanprestasi termuat dalam yurisprudensi Mahkamah Agung dalam Putusan Perkara No. 1357 K/Pid/2015 (Hein Noubert Kaunang), yang menyatakan:

Bahwa berdasarkan fakta tersebut, Mahkamah Agung berpendapat bahwa hubungan hukum yang terjalin antara para Terdakwa dengan saksi korban adalah hubungan keperdataan berupa hubungan hutang piutang dengan jaminan sebidang tanah kebun dan tanah atau rumahmilik para Terdakwa, dan ternyata dalam hubungan hukum tersebut para Terdakwa melakukan ingkar janji atau wanprestasi dengan cara tidak menyerahkan tanah kebun dan tanah atau rumah miliknya kepada saksi korban. Perbuatan para Terdakwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, akan tetapi perbuatan para Terdakwa tersebut merupakan perbuatan yang bersifat keperdataan yang penyelesaiannya dapat ditempuh melalui hukum keperdataan.

Bahwa perjanjian yang di dasarkan sesuatu dengan itikad buruk atau perjanjian yang didasarkan dengan sesuatu yang terlarang (Pasal 1337 KUHPerdata), perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian, sehingga perjanjian tersebut batal demi hukum. Akibat dari perjanjian yang di lakukan dengan itikad buruk dan perjanjian yang didasarkan sesuatu yang terlarang, maka perbuata dari seseorang orang dapat terkwalifikasi sebagai perbuatan tindak pidana penipuan.

Bahwa tidak semua perbuatan tidak melaksanakan kewajiban perjanjian tidak dapat dipandang sebagai penipuan. Apabila perjanjian tersebut dibuat dengan didasari itikad buruk/tidak baik niat jahat untuk merugikan orang lain, maka perbuatan tersebut bukan merupakan wanprestasi, tetapi tindak pidana penipuan. Pandangan ini terdapat dalam putusan No. 1689 K/Pid/2015 (Henry Kurniadi) yang menyebutkan bahwa:

Bahwa alasan kasasi Terdakwa yang menyatakan kasus Terdakwa bukan kasus pidana melainkan kasus perdata selanjutnya utang piutang, antara Terdakwa dengan Astrindo Travel tidak dapat dibenarkan karena Terdakwa dalam pemesanan tiket tersebut telah menggunakan nama palsu atau jabatan palsu, hubungan hukum keperdataan yang tidak didasari dengan kejujuran, dan itikat buruk untuk merugikan orang lain adalah penipuan.

Putusan lain yang menyatakan hal serupa adalah Putusan No. 366 K/Pid/2016 (I Wayan Sunarta) yang menyatakan dengan tegas bahwa “perjanjian yang didasari dengan itikad buruk atau niat jahat untuk merugikan orang lain bukan wanprestasi tetapi penipuan” dan Putusan No. 211 K/Pid/2017 (Erni Saroinsong) yang pada intinya menyatakan bahwa meskipun hubungan hukum antara Terdakwa dan Saksi Korban Robert Thoenesia awalnya pinjam meminjam uang sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk modal kerja proyek pengadaan bibit kakao Dinas Perkebunan Propinsi Sulawesi Selatan. Namun, sebelum melakukan pinjaman tersebut Terdakwa telah memiliki itikad tidak baik kepada Saksi Korban Robert Thoenesia, maka perbuatan materiil Terdakwa telah memenuhi seluruh unsur Pasal 378 KUHP (penipuan).

Artikel Sebelumnya