PERWALIAN SEORANG ANAK BELUM DEWASA Atau TIDAK PUNYA KEMAMPUAN MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM
Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk seorang anak/Belum dewasa atau perwalian karena tidak punya kemampuan melakukan perbuatan hukum. Anak anak yang masih di bawah umur atau tidak mempunyai kemampuan melakukan perbuatan hukum, maka dapat diwakili oleh pengampu yang di tetapkan oleh Pengadilan yang berwenang.
Wali pada prinsipnya dapat di tunjuk oleh oleh orang tua sebelum ia meninggal dengan surat wasiat atau dengan lisa di hadapan 2 (dua) orang saksi, dan seorang wali dapat di cabut perwaliannya jika ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya atau ia berkelakuan buruk, serta seorang wali atau orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak yang dimiliki anak yang belum dewasa kecuali apabila anak itu menghendakinya.
Usia dewasa dalam hukum.
Perwalian untuk anak yang belum dewasa menurut Pasal 330 KUHPerdata berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah, namun berdasarkan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan berumur 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah, dalam perubahan UU No. 16 tahun 2019 tentang Peruabahan atas UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan perkawinan hanya di izinkan jika berusia 19 (sembilan belas) tahun. Adanaya tidak seragaman dalam penerapan usia dewasa terdapat di dalam Undang Undang lainya, semisal di dalam UU Pemilihan Umum dan UU Administrasi Kependudukan usian dewas berusia 17 (tujuh belas) tahun, serta UU Jabatan Notaris berusia 18 tahun. Namun dalam Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 4/SE/I/-2015 menetapkan usia dewasa dalam konteks pelayanan pertanahan adalah 18 tahun atau sudah menikah.
Dengan adanya perbedaaan pendapat dalam penerapan usia dewasa terhadap seorang untuk bertindak melakukan perbuatan hukum, Mahkamah Agung dalam SEMA No. 4 tahun 2016 tentang Pemberlakuan rumusan hasil rapat pleno kamar Mahkamah Agung tahun 2016 sebagai pedoman pelaksanaan Tugas bagi pengadilan, menerangkan :
Penentuan mengenai batas usia dewasa seseorang dalam melakukan perbuatan hukum tidak dapat ditentukan pada usia yang sama tetapi ditentukan berdasarkan undang-undang atau ketentuan hukum yang mengaturnya dalam konteks perkara yang bersangkutan (kasuistis).
Dalam penerapan usia dewasa seorang dapat melakukan perkawinan penerapannya sesuai dengan asas lex posterior derogat lex prior digunakan ketentuan yang lebih khusus sebagaimana diatur dalam UU No. 16 tahun 2019 tentang Peruabahan atas UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dan hal ini berlaku dalam hal melakukan tindakan hukum dihadapan Notaris yang berlaku ketentuan UU Jabatan Notaris, dan seterusnya.
Seorang tidak punya kemampuan melakukan perbuatan hukum.
Bahwa KUHPerdata mengatur seorang yang tidak mempunyai kemampuan perbuatan hukum, meskipun orang tersebut telah dewasa, hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 433 KUHPerdata yang menyatakan :
“Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan”
Orang dewasa yang karena tidak punyak kemampuan melakukan perbuatan hukum dapat diwakili oleh walinya yaitu setiap keluarga sedarah berhak minta pengampuan keluarga sedarahnya berdasarkan keadaan dungu, gila atau mata gelap. Disebabkan karena pemborosan, pengampuan hanya dapat diminta oleh para keluarga sedarah dalam garis lurus, dan oleh mereka dalam garis samping sampai derajat keempat. Barang siapa karena lemah akal pikirannya, merasa tidak cakap mengurus kepentingan sendiri dengan baik, dapat minta pengampuan bagi dirinya sendiri.
Kewenangan Mengadili Penetapan Perwalian
Perwalian di buktikan dengan Putusan Pengadilan, kewenangan Pengadilan yang mengadili berdasarkan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Perubahan Kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 dan Penjelasannya Huruf a angka 18 menentukan, bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam meliputi bidang perkawinan, sedangkan yang dimaksud bidang perkawinan antara lain penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya, sehingga berada dalam lingkup kewenangan Pengadilan Agama. Sedangkan untuk Perwalian yang berkaitan di luar orang beragama Islam merupakan kewenangan Pengadilan Negeri, segala permintaan untuk pengampuan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya tempat berdiam orang yang dimintakan pengampuan.
Syarat Pengajukan Permohonan Perwalian
Syarat untuk pengajukan permohonan perwalian dan untuk melakukan tindakan hukum atas orang yang belum dewasa dan/atau orang tidak punya kemampuan melakukan tindakan hukum harus melalui pengadilan, pemohon dan melakukan permohonan dapat bertindak sendiri atau di cukup di wakili kuasa hukumnya yaitu seorang pengacara atau advokat.
Berikut ini kami berikut sedikit informasi hal hal yang harus disiapkan sebelum mengajukan permohonan perwalian dan izin melakukan tindakan hukum atas orang yangg belum dewasa atau seorang yang tidak punya kemampuan bertindak melakukan perbuatan hukum, yaitu :
- Buku Nikah
- Akta Kelahiran
- Kartu Keluarga
- Kartu Tanda Penduduk
- Surat kematian dan/atau Akta Cerai (Putusan Pengadilan)
- Surat penyataan waris dan/atau Surat Keterangan Ahli waris
- Surat Penyataan atas nama Anak
- Bukti Surat Objek yang henda di jual atau perbuatan hukum apa yang akan hendak dilakukan
- Alasan mengajukan permohonan yang sah menurut hukum
- 2 (dua) orang saksi untuk menguatkan alasan permohonan
- Surat keterangan Rumah sakit Jiwa atau Peristiwa-peristiwa yang menunjukkan keadaan dungu, gila, mata gelap atau keborosan, harus dengan jelas disebutkan dalam surat permintaan. dengan bukti-bukti dan penyebutan saksi saksinya.